Title : Step Mad - Chapter
5 –
Author : Liany Wu
Rating : PG15
Length : Chaptered
Genre : Romance
Cast :
-
Wu Yifan
-
Michelle Kim
-
Huang Zitao
-
Liu Meihsiu and Others
Disclamer : Cerita ini hasil karangan saya dan milik saya
sendiri, sedangkan tokoh milik Tuhan YME dan orang tua masing-masing tokoh.
Warning : Don’t be a plagiators and siders! :)
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Yifan…” panggil
Michelle.
“Apa?” tanya Yifan
sembari mengenakan jasnya.
Michelle mendekat
kearah Yifan, lalu mengencangkan dasi Yifan. “Nah…sekarang terlihat rapi,” kata
Michelle.
Yifan
mengerjapkan matanya, “Makanlah aku membuat pancake untukmu…” kata Michelle
lalu bergegas mengambil baju kotor Yifan kedalam kamar.
Yifan menahan
tangan Michelle, “Temani aku makan dulu, baru lanjutkan pekerjaanmu…” kata
Yifan.
Michelle
tersenyum, “Baiklah…ayo!” kata Michelle mendorong Yifan ke meja makan. Lalu
menuangkan cairan gula diatas pancake Yifan. “Makanlah yang banyak…”
“Kau tidak makan?”
tanya Yifan.
Michelle
menggelengkan kepalanya, “Tidak…aku tidak lapar,” kata Michelle menyangga dagu
memperhatikan Yifan makan.
“Ya sudahlah…”
kata Yifan datar.
Michelle terus
memperhatikan Yifan yang tengah melahap sarapannya itu, Yifan terlihat canggung
hingga tersedak. Michelle dengan sigap mengambil air untuk Yifan. “Makan begitu
saja, kau sampai tersedak…” kata Michelle.
“Ini karena
pancakemu keras jadi aku tersedak!” kata Yifan berbohong.
“Benarkah? Tapi
Luhan bilang pancakeku sangat lembut…” kata Michelle lalu melahap pancake
digarpu Yifan yang hampir dimasukkannya kedalam mulut Yifan.
Yifan cegukkan,
“Ini sangat lembut…” kata Michelle sembari mengunyah. Yifan beranjak dari
duduknya, “Kau mau kemana? Pancakemu belum habis…” kata Michelle.
“Aku tidak mau
makan pancake kerasmu…” kata Yifan lalu pergi.
Michelle
mengerucutkan bibirnya, “Jelas-jelas ini sangat lembut…hufht dasar Yifan!”
gerutu Michelle lalu beranjak melanjutkan pekerjaannya yang tertunda.
Diluar terlihat
Yifan dibalik pintu, dengan tangan kiri memegang gagang pintu dan tangan kanan
memegangi dadanya. Yifan mencoba mengatur pernafasan, “Hufht…kenapa aku gugup?”
-
Bawahan Tao memberi
beberapa foto Michelle saat berada dipesta topeng, “Ini tuan…ternyata Michelle
juga menghadiri pesta itu,”
“Dia
menghadirinya? Lalu bersama siapa?” tanya Tao sembari melihat fotonya.
“Kami belum tahu
jelas, dia bersama beberapa lelaki disana…jadi kami belum bisa menyimpulkan
dengan siapa Michelle datang kesana…” kata bawahan Tao.
“Lalu, siapa saja
lelaki yang bersama Michelle?” tanya Tao lagi.
“Awalnya Michelle
berdansa bersama Luhan, lalu dengan putra pemilik Sejin Grup Oh Sehun, Chen dan
terakhir kali dia bersama Wu Yifan…” kata bawahan Tao.
“Baiklah…selidiki
mereka kecuali Chen,” kata Tao.
Bawahan Tao
mengangguk, “Baik tuan, permisi…”
“Luhan, Oh Sehun
dan Yifan…siapa diantara kalian yang telah menyembunyikan Michelle dariku?”
gumam Tao sembari melihat hamparan kota Beijing di kaca jendelanya.
-
Yifan tak dapat
konsentrasi dengan rapatnya, dia masih mengingat jelas saat Michelle yang
melahap pancake digarpunya yang hampir dia lahap. Bibir mereka saat itu sangat
dekat, mungkin satu inchi lagi bibir mereka bersentuhan. Yifan menggaruk
kepalanya yang tidak gatal. “Aish..kenapa aku terus memikirkan itu?” batinnya.
“Direktur, apa anda
sakit kepala?” tanya sekretaris Yang.
Yifan menggeleng,
“Aku baik-baik saja…” kata Yifan lalu kembali memperhatikan jalannya rapat,
meski pikirannya melayang pada kejadian saat sarapan.
Diam-diam Emma
memperhatikan kakak tirinya itu, “Dia tidak biasanya seperti itu…” batinnya, “Ada apa sebenarnya?”
-
Michelle menatap
jam dinding, jarum jam menunjuk angka 9. “Aish…kenapa Yifan belum pulang juga,”
kata Michelle yang sedari tadi menunggu Yifan pulang.
Klek…
Pintu rumah
terbuka, “Oh…kau sudah pulang, duduklah aku akan memanasi makanannya..” kata
Michelle sembari mengambil wajan.
“Tidak perlu…”
kata Yifan dingin.
“Kenapa?” tanya
Michelle heran.
“Aku tidak
lapar…aku mau tidur jangan ganggu aku!” kata Yifan lalu masuk kedalam kamar.
Michelle menghela
nafasnya, “Ya sudah…kalau kau lapar ambil saja makanan dikulkas ya?” kata
Michelle, tapi Yifan tidak menghiraukannya.
Michelle
memasukkan makanan kedalam kulkas, lalu bergegas untuk tidur. Disisi lain,
Yifan tampak tengah memegangi perutnya. Berkali-kali Yifan mencoba untuk
memejamkan matanya, tapi perutnya terus berteriak. Dia lapar. “Karena gugup,
aku harus menahan lapar seperti ini, sial sekali!” gerutu Yifan.
Jam menunjuk pukul
11, Yifan tak kuat lagi menahan rasa laparnya dia lalu beranjak dari ranjang.
Dia keluar dari kamar, terlihat lampu kamar Michelle sudah padam, “Dia pasti
sudah tidur…” pikir Yifan, lalu berjalan ke dapur. Dia mengambil beberapa
makanan di dalam kulkas dan memakannya tanpa dia panasi terlebih dahulu.
“Ahh…haus sekali…”
kata Michelle lalu beranjak dari tidurnya dan betapa terkejutnya dia saat
melihat Yifan makan dengan rakusnya. Michelle terkekeh, “Kau bilang tadi tidak
lapar…” kata Michelle mengejutkan Yifan.
Yifan meletakkan
sumpitnya, “Memang tadi aku tidak lapar, tapi tiba-tiba saja aku ingin makan
sesuatu…” elak Yifan.
Michelle duduk
dikursi bersebrangan dengan Yifan, sembari menyangga dagunya. “Makanlah…aku
akan menemanimu,” kata Michelle.
Yifan melupakan
rasa malunya dan kembali melahap makanannya, tiba-tiba saja tangan Michelle
menyentuh bibirnya.
“Kau ini seperti
anak kecil, makan sampai belepotan seperti ini…” kata Michelle membersihkan
makanan diujung bibir Yifan.
Yifan cegukan,
canggung. “Sudahlah, cuci piringnya…” katanya lalu berdiri.
Michelle
mengerucutkan bibirnya, “Kau yang makan kenapa harus aku yang mencuci
piringnya…” keluh Michelle, membuat Yifan berbalik lalu mengambil piring dan
gelas selesai dipakai lalu mencucinya.
“Aish…kenapa aku
malah mencuci piring, seharusnya kau yang mencucinya!” bentak Yifan, tapi saat
dia berbalik kearah Michelle. “Hufht…hei, kenapa kau tidak tidur dikamar?” kata
Yifan mengguncang tubuh Michelle tapi tak direspon. “Aish..benar-benar…”
Yifan mau tidak
mau harus membopong Michelle kekamarnya dan membaringkannya diranjang, saat dia
hendak membaringkannya tiba-tiba saja tangan Michelle menarik lehernya hingga
kini bibirnya menempel dengan bibir minimalis milik Michelle. Matanya terbelalak.
Yifan mengerjapkan
matanya, lalu menjauhkan bibirnya dari Michelle. Menarik selimut menutupi tubuh
Michelle, Yifan lalu keluar dari kamar Michelle. Dia menelan salivanya berat,
“Kenapa aku jadi sering gugup seperti ini…huh…” katanya lalu mengembuskan
nafasnya panjang.
-
“Hey man…hai
Meihsiu…” sapa Luhan sembari merangkul bahu Xiumin.
Xiumin
menyingkirkan tangan Luhan dari bahunya. “Hai juga…” balas sapa Meihsiu sembari
melambaikan tangan.
“Aish…setiap hari
selalu buku, pagi siang malam selalu buku…kalian tidak bosan apa? Besok kan
weekend, bagaimana kalau kita berlibur kepantai?” usul Luhan.
“Bagaimana?” tanya
Xiumin pada Meihsiu, Meihsiu mengangkat bahunya.
“Kalau ada
Michelle aku mungkin bisa ikut, karena besok aku libur bekerja…” kata Meihsiu.
Luhan mengangguk,
“Baiklah kita ajak Michelle dan juga Yifan sekaligus, lebih banyak orang
bukankah sangat menyenangkan?” kata Luhan.
“Baiklah, aku
setuju…” kata Xiumin.
“Baiklah kita
berkumpul dirumahku jam 8 pagi…”
-
Yifan keluar dari
kamarnya tanpa setelan jas yang setiap hari dia kenakan, “Oh…kau tidak bekerja
hari ini?” tanya Michelle yang tengah menyiapkan sarapan untuk Yifan.
“Tidak…” singkat
Yifan.
“Lalu hari ini,
kau berencana mau pergi kemana? Tidak biasanya kau bolos…pasti ada acara yang
pentingkan?” tanya Michelle sembari menuangkan jus jeruk kedalam gelas.
“Kau ini mau tahu
saja…” gerutu Yifan lalu melahap roti berselaikan cokelat itu.
Michelle
mengerucutkan bibirnya, “Aku Cuma bertanya…” kata Michelle lalu duduk.
“Hari ini adalah
hari dimana ibuku meninggal, jadi aku akan pergi kepemakaman hari ini, kau
puas?” kata Yifan.
“Bolehkah aku
ikut? Boleh ya, aku sangat bosan dirumah terus…lagipula aku sudah
membersihkan…” belum selesai Michelle berbicara, Yifan sudah memotongnya.
“Iya…cepat
bersiap!” kata Yifan.
Michelle tersenyum
lalu berlari kekamarnya, berganti pakaian. Tak selang beberapa waktu. Yifan
tampak keluar dari kamarnya mengenakan setelan jas lengkap. “Michelle cepat sedikit!”
kata Yifan.
“Iya…” Michelle
keluar dari kamarnya, “Kau mengenakan jasmu…” kata Michelle menunjuk Yifan.
“Apa itu penting?
Sudahlah cepat…” kata Yifan lalu keluar dari rumah disusul Michelle.
Michelle berjalan
seperti buntut dibelakang Yifan, membuat Yifan risih. “Kau ini berjalan lamban
sekali!” kata Yifan.
Michelle
mendengus, “Kau yang berjalan terlalu cepat!” kata Michelle.
Yifan dan Michelle
lalu masuk kedalam mobil, Yifan menghentikan laju mobilnya di sebuah toko
bunga, “Belikan aku bunga mawar putih…” kata Yifan sembari memberi beberapa
lembar yuan pada Michelle.
Michelle lalu
keluar dari mobil, dan membelikan mawar putih seperti yang Yifan inginkan
kemudian kembali kedalam mobil. “Ini…” kata Michelle menyodorkan sebucket mawar
putih itu pada Yifan.
“Letakkan disana…”
kata Yifan menunjuk kursi belakang.
Sekitar dua puluh
menit, akhirnya Yifan dan Michelle tiba juga dipemakaman. “Dimana makam ibumu?”
tanya Michelle.
“Diatas…” kata
Yifan.
Michelle
ternganga, “Kau gila aku mengenakan highheels, kakiku bisa lecet nanti…” keluh
Michelle.
Yifan menghela
nafasnya, “Siapa suruh kau menggunakan sepatu itu!” bentak Yifan, “Kalau kau
tidak kuat, tunggu saja aku dimobil…” kata Yifan.
“Sendirian? Lebih
baik aku ikut denganmu,” kata Michelle lalu menaiki tangga mendahului Yifan,
kaki Michelle mulai tak bersahabat dengannya lagi. “Aww…” rengeknya memegangi
kakinya yang lecet.
Yifan membungkuk,
“Naiklah…” katanya.
“Apa?”
“Aku akan
menggendongmu, naiklah…” kata Yifan, Michelle lalu naik kepunggung Yifan.
Yifan menaiki
tangga sembari menggendong Michelle, “Aish…kau berat sekali!” kata Yifan, lalu
dia menurunkan Michelle tiba-tiba, “Sudah sampai…” kata Yifan.
“Ini makam ibumu?”
tanya Michelle sembari membersihkan dedaunan dibajunya.
Yifan mengangguk
sembari meletakkan sebucket bunga mawar putih kesukaan ibunya itu, “Ibu aku
datang…” kata Yifan mengelus nisan ibunya itu.
“Hai bibi…aku
Michelle,” kata Michelle melambaikan tangannya. “Bagaimana kabar bibi? Baikkan?
Yifan juga baik, dia makan dengan baik…” kata Michelle.
Yifan
memperhatikan Michelle yang berbicara pada makam ibunya itu, senyuman kecil
mengembang dibibirnya.
Tiba-tiba, hujan
turun dengan derasnya…
Michelle dan Yifan
beranjak berlarian, Michelle berlari kearah Timur sedangkan Yifan kearah Barat.
Yifan berbalik lalu menarik tangan Michelle, “Kesini!” kata Yifan berlari
kearah Barat.
Yifan dan Michelle
berteduh dibawah pohon yang lebat sehingga dapat menahan air. Michelle memeluk
kedua bahunya yang kedinginan. Yifan lalu melepas jasnya dan memakaikannya pada
Michelle. “Ini basah…” kata Michelle.
“Setidaknya bisa
membuatmu lebih hangat…” kata Yifan.
Michelle menarik
jas milik Yifan untuk mengurangi rasa dingin tubuhnya, “Hattciiiih!!” Michelle
bersin. “Hattciiiih!!!”
“Kau sih, kenapa
memakai baju tanpa lengan seperti itu…” gerutu Yifan.
“Tadi kan cerah,
mana kutahu akan turun hujan…Hattciiih!” kata Michelle.
Yifan melepas
kancing kemejanya satu per satu, lalu melepas kemejanya. “Apa yang kau
lakukan?” tanya Michelle.
“Sini…” kata Yifan
menarik tubuh Michelle kedalam pelukannya.
“Apa?”
“Panas tubuh…bisa
membuatmu lebih hangat,” kata Yifan.
Michelle lalu
merapatkan tubuhnya pada Yifan, “Jangan berpikir macam-macam…aku melakukan ini
agar kau tidak sakit,” kata Yifan.
Michelle
mendongakkan kepalanya, “Kau mengkhawatirkanku?” tanya Michelle.
“Tidak…hanya saja
kalau kau sakit, siapa yang akan memasak untukku nanti dan itu juga akan
menguras uangku untukmu berobat kerumah sakit…” kata Yifan.
“Dasar pelit…”
kata Michelle lalu memeluk Yifan lebih erat lagi.
Tak jauh darisana,
terlihat seseorang tengah memperhatikan Yifan dan Michelle. Dia terkejut.
-
-
-TBC-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar